Ratusan Ribu Es Arktik Meleleh Dalam Satu Hari

arctic_sun1Puluhan ribu kilometer persegi es di laut Arktik meleleh, Minggu (9/8). Dengan mengamati melalui satelit, para ilmuwan memperkirakan luas lapisan sekarang adalah yang tersempit.

Peneliti kawakan Eddie Gruben menyaksikan es yang meleleh semakin luas per dekade. Pengamatan dilakukan sekitar 2.414 kilometer di utara Seattle, AS. Akhir pekan lalu, tepi es tinggal berjarak 128 kilometer menjorok ke laut dan menurut Gruben (89 tahun), 40 tahun lalu, tepi es menjorok 64 kilometer lebih jauh ke laut.

Rata-rata temperatur global naik 0,6 derajat celsius pada abad lalu, tetapi suhu Arktik naik jauh lebih cepat. Pada akhir Juli lalu, suhu naik hingga 30 derajat celsius. “Airnya amat hangat, anak-anak bisa berenang di laut,” ujar Gruben.

Daerah tersebut merupakan permukiman suku Inuvialuit—sebutan untuk bangsa Eskimo Arktik bagian barat. Kamis (6/8), Pusat Data Nasional AS untuk Salju dan Es menyebutkan, sekitar 106.000 kilometer persegi es meleleh pada suatu hari bulan Juli. Ini ekuivalen dengan luas Indiana. Tingkat melelehnya es ini sama dengan peristiwa Juli 2007.

Dari laporan kantor meteorologi di Colorado, kondisi atmosfer sekarang mirip dengan tahun 2007 yang ditandai dengan langit yang amat cerah. Ketika itu, es di Laut Beaufort di utara Arktik juga meleleh.

Sumber: KCM

42% Kutub Utara dan 75% Kutub Selatan Telah Hilang

north-pole-bearsKutub Utara

Tanpa lapisan es, perairan gelap Laut Kutub Utara lebih mudah menyerap panas sinar Matahari dan bukan memantulkannya sebagaimana terjadi pada es yang berwarna cerah, sehingga menambah kecepatan dampak pemanasan, sehingga lebig banyak lagi pencairan yang terjadi, pola ini seperti lingkaran setan yang terus menerus semakin parah.

Secara keseluruhan es Laut Kutub Utara menipis sebanyak 7 inci (17,78 centimeter) per tahun sejak 2004, sebanyak 2,2 kaki (0,67 meter) selama empat musim dingin. Seluruh daerah yang tertutup es yang lebih tua dan lebih tebal yang sintas setidaknya selama satu musim panas kini menyusut sebanyak 42 persen.

Es Kutub Utara adalah satu faktor dalam pola cuaca dan iklim global, karena perbedaan antara udara dingin di kedua kutub Bumi dan udara hangat di sekitar Khatulistiwa menggerakkan arus udara dan air, termasuk arus yang memancar.

Kutub Selatan

antartika-memanasJumlah es yang hilang mencapai 75 persen sejak 1996, dan bertambah dengan cepat. Hilangnya gletser di ujung Kutub Selatan mengakibatkan kenaikan permukaan air laut 0,4 Mm per tahun.

3 juta sampai 5 juta tahun lalu, permukaan air laut cukup hangat untuk mencairkan banyak bagian es Kutub Selatan ketika CO2 atmosfir hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan kondisinya hari ini. Jadi kita hanya membutuhkan sedikit lagi tambahan CO2 untuk mengulang peristiwa 3-5 juta tahun lalu itu.

Kondisi CO2 di atmosfir sekarang berjumlah 387 bagian per juta, naik dari sebanyak 280 bagian per juta pada awal Revolusi Industri.

Sumber: KCM

6 Derajat Kenaikan Suhu Bumi

Pengaruh Kenaikan Suhu / Derajat:

Kenaikan Suhu 1 Derajat

Pada kenaikan suhu 1 derajat, Kutub Utara akan kehilangan es setengah tahun penuh, Atlantik Selatan yang sebelumnya tidak ada badai akan mengalami serangan badai dan di barat AS terjadi kekeringan parah yang mengakibatkan banyak penduduk menderita.

Kenaikan Suhu 2 Derajat

Beruang kutub berjuang untuk hidup saat lapisan es mencair. Lapisan es di Greenland mulai menghilang, sedangkan batu karang menjadi lenyap. Permukaan air laut mengalami kenaikan 7 meter secara global.

Kenaikan Suhu 3 Derajat

Hutan hujan di Amazon mengering dan pola cuaca El Nino bertambah intensitasnya menjadi sesuatu yang biasa. Eropa secara berulang mengalami musim panas yang teramat panas yang sangat jarang terjadi sebelumnya. Jutaan dan milyaran orang akan berpindah dari sub tropik menuju daerah pertengahan garis lintang.

Continue reading

Earth Hour

earth-hourSetiap orang bisa membuat perubahan! Jangan tunggu orang lain memulai, lakukan apa yang bisa Anda lakukan sekarang juga! Serentak di seluruh dunia, 35 negara, 26 kota besar, 370 kota dan lebih dari 10 juta orang akan bergerak dalam satu keselarasan. Apa itu?

Malam itu, mereka semua memadamkan lampunya selama 1 jam, pada jam 20.30 – 21.30 malam waktu setempat. Aksi ini menjadi sebuah kegiatan global yang dikenal dengan nama Earth Hour.

Earth Hour dimulai pada tahun 2007 dengan sebuah pertanyaan sederhana, bagaimana caranya menginspirasi orang untuk mengambil sebuah langkah nyata dalam masalah perubahan iklim? Jawabannya, mintalah penduduk Sidney untuk memadamkan lampunya selama satu jam. Hasilnya? Tanggal 31 Maret 2007, 2,2 juta penduduk dan 2100 pebisnis di Sydney turut ambil bagian dalam aksi tersebut. Lampu dipadamkan selama satu jam – yang disebut sebagai Earth Hour. Jika reduksi efek rumah kaca yang dicapai Sydney selama Earth Hour bisa bertahan selama satu tahun, maka itu akan sama dengan meniadakan 48.616 mobil dari jalan selama setahun.

Bergabungnya berbagai negara dalam Earth Hour tahun ini tentunya akan membawa dampak lebih besar lagi. Menurut direktur eksekutif Earth Hour Andy Ridley, “Earth Hour ini mencakup setiap orang dan setiap organisasi, mulai dari satu individu hingga sebuah perusahaan, yang bergabung bersama, berbagi problematika yang sedang dihadapi – perubahan iklim. Pemerintah dan perusahaan turut bergabung secara individual, kelompok agama, sekolah dan komunitas bergabung bersama dalam satu tujuan, membuat perubahan untuk sesuatu yang lebih baik. Sangat menakjubkan melihat begitu banyak dukungan dari seluruh dunia.”

Pada saat lampu dipadamkan dari rumah ke rumah, kota ke kota, saat kegelapan melanda, suara kita akan didengar oleh orang-orang yang masih punya kepedulian.

Continue reading

Kenaikan Muka Laut 10 Milimeter per Tahun

Berdasarkan pemantauan Departemen Kelautan dan Perikanan serta Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, kenaikan muka air laut di Indonesia rata-rata 5-10 milimeter sea-shoreper tahun.

Strategi adaptasi dan mitigasi belum menyeluruh sehingga garis pantai semakin mundur. Luas daratan hilang setiap tahun mencapai 4.759 hektar.

Demikian dikemukakan Kepala Subdirektorat Pengelolaan Pesisir dan Lautan Terpadu pada Departemen Kelautan dan Perikanan Subandono Diposaptono, Senin (16/2). ”Mundurnya garis pantai berdampak terhadap banyak hal,” kata Subandono.

Menurut dia, terkikisnya daratan pesisir itu memusnahkan vegetasi mangrove karena tidak mampu bermigrasi. Mangrove sebagai penahan gelombang air laut terancam punah.

Abrasi atau terkikisnya pantai dari tahun ke tahun sudah merusak berbagai fasilitas dan bangunan di pantai di sejumlah tempat.

Secara terpisah, Kepala Bidang Analisa Klimatologi dan Kualitas Udara pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Soetamto mengatakan, dinamika atmosfer di wilayah Indonesia menunjukkan kecenderungan musim kemarau bertambah panjang, sedangkan musim hujan semakin pendek, tetapi intensitas curah hujan meningkat. Intensitas curah hujan itu kemudian meningkatkan intensitas bencana banjir dan tanah longsor.

”Kenaikan permukaan air laut 5-10 milimeter per tahun itu cukup kecil, tetapi dalam hitungan waktu puluhan tahun akan banyak berarti dalam menimbulkan kerusakan lingkungan,” kata Subandono.

Sumber: KCM

Dampak Pemanasan Global Jauh Lebih Buruk

Pengaruh buruk pemanasan global ternyata jauh lebih parah dari semua perkiraan berdasarkan asumsi yang terukur saat ini. Kerusakan yang dapat ditimbulkan akibat naiknya suhu Bumi dalam seabad ke depan mungkin sangat buruk.

Kita sekarang jelas menghadapi perubahan iklim di masa depan yang jauh di atas perkiraan yang diusulkan dalam kebijakan iklim. Misalnya, laporan tahun 2007 yang memperkirakan kenaikan suhu antara 1,1 hingga 6,4 derajat celsius dalam 100 tahun ke depan.

Perkiraan tersebut masih mengabaikan berbagai masalah yang sebanarnya turut memengaruhinya. Kenaikan suhu bergerak lebih cepat dan dampaknya bakal lebih buruk dari yang kita pikirkan selama ini.

Temperatur yang meninggi menyebabkan hutan basah di kawasan forest-firetropis mengering sehingga lebih mudah terbakar. Kebakaran hutan di Australia misalnya, yang merupakan kebakaran hutan terbesar di sana selama beratus-ratus tahun terakhir, ini bukti dari mengerikannya iklim sekarang. Selain itu, suhu tinggi juga mempercepat pencairan permafrost, kandungan es dalam tanah dekat kutub. Hal tersebut turut mempercepat kenaikan kadar gas rumah kaca di atmosfer sehingga mempercepat laju pemanasan global.

“Tanpa upaya yang efektif, perubahan iklim semakin besar dan semakin sulit diduga,” ujar Field.

Edited by Herwin
Sumber: KCM

Antartika Menghangat

0405_p7antarticaBenua Antartika di Kutub Selatan bertambah hangat selama setengah abad terakhir seperti halnya belahan lain dunia. Hasil satu studi baru yang disiarkan di dalam jurnal Nature, edisi teranyar mematahkan pendapat yang sempat menyatakan bahwa kawasan tersebut malah mendingin.

Kajian yang dilakukan para ilmuwan AS itu dilakukan dengan mengombinasikan catatan cuaca dan satelit di wilayah Kutub Selatan yang berisi 90 persen es dunia. Hasilnya menunjukkan bahwa temperatur beku telah naik sebesar 0,5 derajat Celsius (0,8 Fahrenheit) sejak 1950-an.

Para ilmuwan tersebut menyimpulkan bahwa wilayah timur Kutub Selatan, yang lebih besar dan lebih dingin dibandingkan dengan bagian baratnya, bertambah hangat 0,1 derajat Celsius per dasawarsa. Sementara temperatur di bagian barat naik 0,17 derajat Celsius per dasawarsa, lebih cepat daripada kenaikan rata-rata global.

“Apa yang anda dengar sepanjang waktu ialah Antartika akan menjadi dingin tapi bukan itu yang terjadi,” kata pemimpin studi itu Eric Steig dari University of Washington. Penelitian sebelumnya memang menunjukkan bahwa temperatur di sebagian besar benua di dasar bumi tersebut tetap sama atau sedikit lebih dingin.

Selama bertahun-tahun, Kutub Selatan menjadi satu-satunya tempat yang terlihat aneh seolah kebal dari perubahah iklim. Bertambah dinginnya temperatur di beberapa bagian Antartika menjadi senjata bagi sebagian peneliti untuk memberikan argumen bahwa perubahan cuaca dibesar-besarkan.

Namun, hasil penelitian terbaru mamatahkan anggapan tersebut apalagi dilakukan secara menyeluruh di seluruh bagian Antartika. Para ilmuwan yang tetap yakin Antartika dipengaruhi pemanasan global memperkirakan pendinginan tersebut hanya bersifat lokal karena dipengaruhi angin dingin yang bertiup ke kawasan kutub.

Sumber: KCM

350 Miliar Euro untuk Tahan Laju Pemanasan 2 Derajat Celsius

https://i0.wp.com/www.gardenerresource.com/images/global-warming/how-does-global-warming-effect-the-weather.jpgUntuk menahan laju pemanasan global dunia membutuhkan dana sekitar 350 miliar euro (asumsi Rp14000/euro = Rp4.900.000.000.000.000 <4.900 triliun>) per tahun. Dana sebesar itu diperlukan untuk mempertahankan kenaikan suhu bumi di bawah 2 derajat Celsius hingga tahun 2030.

“Dunia mampu mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 70 persen pada tahun 2030,” bunyi salah satu kesimpulan dari paparan tersebut. Namun, itu hanya bisa tercapai bila, “Sesegera mungkin dilakukan aksi lintas sektor secara global.”

Kisaran biaya tersebut, yaitu 200 miliar euro-350 miliar euro per tahun saat ini. Jumlah ini ekuivalen dengan 1 persen pendapatan domestik bruto secara global pada tahun 2030.

Investasi total yang dibutuhkan untuk membatasi kenaikan suhu bumi global akan meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan bertambahnya populasi dan ekspansi ekonomi global. Menurut Per-Anders Enkvist, salah satu penyusun laporan tersebut, jumlah investasi dapat mencapai 810 miliar euro pada 2030.

Laporan McKinsey mendesak dilakukannya aksi segera. ”Penundaan setiap tahun akan menambah tantangan, bukan hanya karena emisi yang terus meningkat, melainkan karena akan menyebabkan ekonomi biaya tinggi untuk karbon,” tulisnya.

Akhir tahun 2009 akan dilakukan pertemuan internasional yang dikoordinasi Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) guna menetapkan kesepakatan internasional yang baru tentang bagaimana mengurangi emisi gas rumah kaca dan menahan pemanasan global sampai 2 derajat Celsius. Aksi itu untuk menghindari kerusakan lingkungan yang tak dapat dikembalikan lagi (irreversible environmental damages)

Uni Eropa akan memimpin pertemuan akhir tahun di Kopenhagen, Denmark. Semua negara anggotanya yang berjumlah 27 telah sepakat memotong emisi karbon dioksida sebanyak 20 persen.

Sumber: KCM

Indonesia Pencuci Dosa Negara Maju

indonesia_mapIndonesia tidak boleh menjadi green wash negara maju. Indonesia bukanlah pencuci dosa-dosa negara maju karena negara-negar ini terus berkelit dari kewajiban menurunkan emisi.

Demikian dikatakan Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, pada pertemuan  informal dengan Civil Society Forum on Climate Justice (CSF), di Poznan, Polandia, Rabu (10/12).

CSF sangat mendukung posisi Menteri Lingkungan ini. ”Jelas Indonesia tidak boleh menjadi negara  “pencuci dosa-dosa” negara-negara maju.”tegas Giorgio Budi Indarto. Menurut juru Bicara CSF ini dari proses negosiasi COP-14, terlihat bagaimana kelompok negara yang tergabung dalam Anex-1 terus berkelit dari kewajiban menurunkan emisi, bahkan mereka berupaya mengalihkan kewajibannya  kepada negara berkembang.

Dalam pertemuan khusus yang dilakukan di sela-sela berlangsungnya COP 14/CMP 5, CSF menyampaikan hal-hal terkait  dengan proses negosiasi, Reduction Emission Degradation and Deforestation (REDD), dan  Pasca 2012.

Menanggapi  usulan CSF, Witoelar berjanji  akan mengangkat kewajiban negara maju untuk melakukan deeper cut, pengakuan masyarakat adat dan lokal serta perlunya pengarusutamaan gender dalam penanganan perubahan iklim dalam pidato ministrial meeting yang akan digelar mulai tanggal 11 Desember.

Terkait REDD, Indarto menyampaikan agar pemerintah Indonesia  tidak  menilai  hutan hanya sekadar sebagai  stok karbon, namun harus dilihat juga nilai dari fungsi-fungsi keanekaragaman hayati  yang lain. ”Sebaiknya juga, saat membicarakan hutan  dalam penanganan perubahan iklim, Indonesia harus  mengedepankan kepentingan tutupan hutan (forest cover) bukan hanya carbon stock dari tegakan pohon semata.” tambahnya lagi.

CSF mengingatkan agar pemerintah menempatkan keselamatan  serta perlindungan hak-hak masyarakat, perempuan dan laki-laki sebagai pertimbangan utama dan penting dalam negosiasi. Jika REDD sebagai alternatif terakhir untuk menyelamatkan hutan akan diterapkan, maka mutlak diperlukan adanya kesiapan dari forest governance di tingkat nasional.
REDD dalam arti sebenarnya atau pengurangan emisi dari sektor kehutanan harus disepakati dengan cara yang partisipatif,  transparan, adil, dengan mekanisme pembagian keuntungan yang adil sehingga tingkat deforestasi sangat tinggi di Indonesia dapat dikurangi tanpa meminggirkan masyarakat.

”Akan sangat baik jika di COP berikutnya di Copenhagen, Indonesia sudah memiliki  tentang penerapan program pengurangan emisi dari kehutanan yang sesuai dengan koridor demokrasi” imbuh Indarto .
bali_saung
Untuk Pasca 2012, CSF menuntut agar Indonesia menyerukan secara tegas upaya penurunan emisi secara tajam (deeper cut) dan adanya kepemimpinan (leadership) dari negara maju untuk melakukan penurunan emisi tersebut dan keputusan final pada COP-15, komitmen yang terukur untuk pendanaan adaptasi dan mitigasi untuk negara non Annex-1 serta teknologi transfer.

Rachmat Witoelar menegaskan bahwa pemerintah Indonesia tetap akan menjamin  pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat dan lokal meskipun Witoelar mengakui dalam proses negosiasi yang terjadi, tidak sedikit para pihak yang menentang. Sehingga perundingan yang dihasilkan merupakan upaya kompromi yang maksimal .

Sumber: KCM

Polusi Dunia Naik 3 Persen

https://i0.wp.com/www.lawyersatlanta.com/imgages/air%20polution.jpgEmisi karbon dioksida sebagai indikator pencemar paling utama mengalami kenaikan 3 persen antara tahun 2006 dan 2007. Laju kenaikan tersebut di atas perkiraan sejumlah pakar lingkungan bahkan disebut sebagai kondisi yang menyeramkan.

Keadaan tersebut mengejutkan karena di saat ekonomi global secara umum mengalami kelesuan ternyata masih menyumbang kenaikan laju pencemaran yang tinggi. Sebagain besar sumber polusi masih tetap berasal dari penggunaan batubara dan bahan bakar minyak.

China tercatat sebagai negara yang menyumbang polusi terbesar di dunia menggantikan posisi AS sejak tahun 2006. Berdasarkan estimasi BP PLC, salah satu perusahaan minyak raksasa dunia, emisi karbon dioksida yang dihasilkan aktivitas industri di China mencapai 2 miliar ton selama tahun 2007 atau naik 7,5 persen dari tahun sebelumnya. Sementara emisi karbon dioksida dari AS sebesar 1,75 miliar ton atau naik 2 persen dari tahun sebelumnya.

Laju pencemaran diperkirakan akan semakain tinggi terutama dari negara-negara berkembang yang tengah mengalami pertumbuhan industri sangat tinggi seperti China. India kini juga menggeser posisi ketiga yang dulu ditempati Russia.

Sesuai protokol Kyoto, China dan India termasuk dalam daftar negara berkembang yang tidak harus menurunkan emisi karbon dioksidanya seperti negara-negara maju. Namun, saat ini, negara-negara berkembang justru menyumbang 53 persen polusi karbon dioksida.

Negara-negara industri mulai menurunkan emisi karbon dioksidanya. Denamark berhasil menurunkan emisi sebesar 8 persen, Inggris dan Jerman sebesar 3 persen. Sementara Perancis dan Australia menurunkan sebesar 2 persen.

“Alam tak dapat menyerap karbon dioksida dari manusia,” ujar Corinne Le Querre, profesor lingkungan dari Universitas East Anglia dan Survey Antartika Inggris (BAS). Apalagi, lanjutnya, dari tahun 1955-2000, hutan dan lautan sanggup menyerap sekitar 57 persen karbon dioksida, namun saat ini hanya sanggup menyerap 54 persen saja.

Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) memprediksi suhu Bumi akan meningkat antara 4-11 persen pada tahun 2100 akibat pencemaran tersebut. hal tersebut akan menyebabkan wabah penyakit semakain banyak, badai makain sering dan besar, serta kenaikan muka air laut. Jika laju emisi karbon dioksida lebih tinggi dari perkiraan, siap-siaplah bencana datang lebih awal.

Sumber: KCM