Senja di Ujung Jalan

Senja telah tiba, tepat di ujung jalan
Dingin mulai terasa, cahaya mulai hilang
Keramaian dan kesibukan berganti dengan sepi dan hening
Sang matahari perlahan tenggelam di batas horizon

Di pagi hari, saat ia terbit, perlahan ia memancarkan cahaya biru yang manis dan lembut
Kita menyambutnya dengan penuh harapan dan semangat
Di sore hari, saat ia tenggelam, ia memberikan warna jingga yang indah dan penuh makna
Kita tahu kita akan merindukan sinar dan hangatnya

Tak jarang kita mengeluhkan teriknya, tapi tak dapat kita hidup tanpanya
Tak sering kita bersyukur karna terbitnya, tapi selalu ia datang memberi sinarnya
Kita hanya dapat berdoa, semoga esok ia kembali bersinar
Kembali menjadi terang, menjadi berkat, menjadi keceriaan

 

Berkelimpahan dengan Berkata Cukup

Berkelimpahan ada diatas “cukup”. Kita tidak akan pernah merasa berlimpah ketika kita tidak tahu kapan harus berkata cukup. Ketika kita tidak memiliki ide sampai mana ukuran “cukup” itu, tidak akan pernah kita merasa melewatinya / merasa berkelimpahan. Keinginan, iri, nafsu membawa manusia menyiksa dirinya sendiri.

Sakit di Siku Setelah Badminton

Lebih dari satu bulan yang lalu saya mulai merasakan sakit di siku saya setelah main badminton. Awalnya saya kira hanya nyeri biasa yang akan hilang esok hari. Ternyata setelah bangun tidur, nyeri pada siku semakin terasa dan lengan menjadi agak kaku. 30 menit sampai 1 jam kemudian rasa nyeri reda dan hilang. Maka saya abaikan saja, dan berasumsi, “nanti juga sembuh sendiri”.

Namun asumsi tersebut tidak terbukti, sejak saat itu, setiap kali main badminton (saya rutin main badminton seminggu sekali) rasa sakit tersebut muncul lagi, demikian juga efek pada pagi hari berikutnya yang membuat siku terasa sakit dan kaku.

Saya mulai mencari tahu apa yang  terjadi dengan siku saya ini. Sebagian besar menyebutkan karena teknik yang salah, terutama dalam pukulan backhand. Namun saya ragu, kenapa baru sekarang? Padahal saya main badminton sudah belasan tahun. Beberapa orang menyarakan untuk pakai Voltaren, obat berbentuk salep. Sudah saya coba juga.

Jadwal berikutnya main badminton, saya lebih memperhatikan teknik pukulan saya. Tapi tetap juga nyeri itu datang lagi. Saya sudah kehabisan ide dan belum tahu harus bagaimana lagi agar siku saya bisa normal dan tidak sakit saat main badminton. Saya belum merasa butuh ke dokter.

Panduan Besar Grip Raket Badminton

Satu hal tidak terduga justru menyembuhkan sakit siku ini. Saya mengganti grip (pegangan) raket saya menjadi lebih tebal. Awalnya saya menggunakan grip karet tipis, lalu saya ganti atau lebih tepatnya saya lapis (timpa) dengan grip handuk. Sehingga grip raket saya sekarang lebih tebal. Tujuan awalnya hanya karena ingin mencoba, ingin mendapatkan kontur di pegangan, karena grip tipis (tanpa tulang) terasa flat di tangan saya.

Tadaaa..!! Tidak ada sakit saat main badminton, tidak ada sakit sesudah main, dan pagi berikutnya pun tidak ada nyeri lagi.

Setelah itu baru saya tahu bahwa saya kena “Tennis Elbow“. Unik juga ini, karena saya baru tau nama sakitnya setelah sembuh.

Tennis Elbow, Sakit Siku Badminton

Jadi tennis elbow ini adalah sakit pada siku bagian luar (lihat gambar) akibat overuse otot dan tendon lengan, terutama forearm. Terlalu tegang, harus lebih rileks.

Penyebab tennis elbow ini ada bermacam-macam. Kalau dalam kasus saya, tennis elbow karena grip raket yang  terlalu kecil. Grip yang terlalu kecil ini membuat telapak tangan saya harus bekerja extra untuk menggenggam raket supaya tidak terlepas dan lebih stabil.

Genggaman yang berlebihan ini berdampak pada forearm. Kita bisa coba kepalkan tangan, maka otomatis forearm akan kontraksi. Kontraksi berlebihan dan terus menerus di forearm, dibarengi dengan gerakan meluruskan lengan pada saat backhand, smash, dan lainnya, ini yang menyebabkan gangguan pada tendon, di sana lah timbul rasa sakit pada siku kita.

Tendon Tennis Elbow Sakit Siku Badminton

Jadi buat kalian yang merasakan sakit pada siku ketika main badminton, seperti saya. Cara menyembukan tennis elbow adalah dengan mengganti grip raket Anda menjadi lebih tebal. Grip raket yang lebih tebal akan membuat genggaman tangan kita lebih rileks, sehingga forearm tidak bekerja berlebihan dan tendon kita aman.

Semoga membantu! 🙂

Referensi:

  • An undersize grip generally is the root cause of tennis elbow due to gripping too hard (this can also be to poor technique and/or slow shuttle speeds). Source

  • Gripping the Badminton racquet either too hard or for too long can bring on the Tennis Elbow pain. Make sure the racquet is the correct size for your hand. If it is too small it will cause you to grip to hard. Source

  • Tennis elbow occurs as a result of repeated extension (bending back) of the wrist against resistance. A small grip will mean the muscles in the elbow must work a lot harder leading to structural changes in the tendon. Source

  • The surgeon told me (as have many others) that too small a grip on a badminton racket can lead to TE as ‘you’ grip it too tightly putting excess strain on the arm muscle and tendon. Source

  • However a grip size that is too small will mean that a tennis player must grip the racket harder to generate the force necessary to stabilize the racket head on impact with the ball, this increased effort means a greater workload is placed on the muscles around the wrist and elbow which can sometimes lead to overuse injuries. Source

Peperangan Untuk Menguasai Diri

Peperangan Pikiran - Herwin

Pikiran adalah medan peperangan terbesar
Antara hati nurani dan keinginan bebas
Antara suara TUHAN dan bisikan setan
Antara roh dan daging
Antara jalan yang baik dan yang jahat
Tindakan selalu dimulai dari pikiran
Pohon baik menghasilkan buah baik
Pikiran baik menghasilkan tindakan baik
Demikian sebaliknya
Apakah kita bisa memelihara pohon itu?
Atau kita membiarkan parasit yang membinasakan?
Penguasaan diri

Memilih Ekspedisi yang Baik, Terpercaya, dan Kompeten

Baru-baru ini saya mendapat pengalaman yang sungguh mengecewakan dan mencengangkan.

Saya hendak mengirim barang menggunakan jasa sebuah ekspedisi laut, barang akan dijemput dan diantar sampai ke tujuan alias door to door. Pelayanan yang saya dapatkan sungguh diluar ekspektasi. Pertama, penjemputan barang (pick up) terlambat beberapa hari dengan berbagai kendala teknis dan miss koordinasi, ok lah pikir saya, yang penting pada akhirnya barang sudah berhasil dibawa.

Sesuai dengan yang telah dibicarakan sebelumnya, full payment harus dilakukan ketika barang sampai di pelabuhan destinasi, baru kemudian barang akan diantar dari pelabuhan ke alamat tujuan. Singkat cerita, barang sampai di pelabuhan destinasi. Maka, saya lunasi segala urusan keuangan tersebut. Dengan harapan pengiriman bisa segera diproses agar tidak terhambat lagi karena sudah terlambat di awal.

Masalah kedua datang, ternyata mobil untuk pengantaran tidak dapat menghandle barang dengan baik, posisi barang berat di belakang dan tidak ideal untuk jalan dengan kondisi tersebut. Maka perlu ada mobil pengganti jenis lain, dan membutuhkan biaya tambahan. Lucunya, biaya tersebut hendak dikenakan ke saya. Padahal, sejak awal saya minta pengiriman door to door, artinya, saya terima beres dari pintu

keberangkatan sampai pintu tujuan dan tidak ambil pusing dengan apa yang terjadi di tengah-tengah proses tersebut. Harga, resiko, perencanaan seharusnya sudah dikalkulasikan oleh ekspedisi tersebut.

Customer Service Sembunyi

Pengiriman barang kembali tertunda beberapa hari dengan status yang tidak jelas, beralasan masih mencari mobil yang lebih murah, tidak ada armada yang siap, dan lain sebagainya. Sepertinya mereka tetap ingin meminta saya menambah kekurangannya, which is nonsense buat saya, tapi dengan posisi terjepit, dimana saya sudah melunasi payment dan juga barang saya tidak jelas statusnya, maka saya berusaha membantu dengan menanggung sebagian dari biaya tersebut.

Ok, muncul masalah ketiga, ini yang parah, seperti tidak puas dan ngambek jika saya hanya membatu sebagian, sekarang PIC yang menghandle kiriman saya menghilang, chat hanya dibaca dan tidak direspon, telepon tidak diangkat. Sekarang saya diberikan contact pengurus mobil / agen mereka di daerah tujuan, saya diminta langsung berurusan dengannya, termasuk mengurus kekurangan biaya, koordinasi, monitoring progress, dan lain-lain, alias dia sudah tidak mau pusing. Padahal tanggung jawab belum selesai, barang saya belum sampai di tujuan. Come on, ini layanan door to door, saya seorang customer, saya sudah bayar full. Menghilang? Kabur begitu saja setelah menerima uang dan muncul masalah? 🙂

Kalau mau tau ekspedisi apa, japri saja ya.


Dari kejadian ini saya mengambil pelajaran,

Memilih Ekspedisi yang Baik, Terpercaya, dan KompetenBagaimana Memilih Ekspedisi yang Baik, Terpercaya, dan Kompeten

Lebih baik menggunakan ekspedisi yang memiliki perwakilan / cabang langsung pada daerah tujuan. Mereka akan lebih bertanggung jawab, tidak main lempar kanan lempar kiri, menyalahkan pihak ketiga, dan main lepas tangan; karena barang kiriman kita ditangani dalam satu bendera yang sama / tidak dioper ke pihak lain.

Harga ekspedisi yang memiliki perwakilan / cabang langsung juga cenderung lebih murah karena tidak ada pihak ketiga (agen) yang mengambil untung juga dari transaksi tersebut. Dan tentunya proses pengiriman akan lebih cepat karena proses yang lebih sederhana dan singkat.

Cari ekspedisi yang sudah lama, berpengalaman, dan fokus karena waktu membuktikan mereka bisa dipercaya dan kompeten. Sebisa mungkin cari juga review dari customer-customer mereka.

Keseimbangan Tilang dan “Damai”

Sudah menjadi rahasia umum cara “damai” menjadi salah satu cara menghindari tilang bagi para pelanggar aturan lalu lintas. Cara damai ini dianggap menguntungkan kedua belah pihak yang terlibat langsung dalam peristiwa pelanggaran tersebut, si pelanggar dan sang aparat. Maka dari itu, selain ajakan damai ini muncul dari si pelanggar, tidak jarang juga jalan damai ini ditawarkan oleh sang aparat.

Tidak ada orang yang bilang bahwa jalan damai ini cara yang benar, namun tidak ada juga yang bisa bilang bahwa jalan damai ini tidak terjadi terus menerus. Jangan-jangan ada beberapa kali lipat lebih banyak proses damai dari sekian banyak tilang yang terjadi.

Kalau dipikir-pikir memang damai ini jalan paling menguntungkan. Bayangkan konsekuensi tilang, denda 500.000, SIM ditahan, dan harus antri sidang untuk mengambil kembali SIM Anda. Kehilangan uang, waktu, dan tenaga. Itu memang hukuman yang baik dan akan membuat jera, jika dan hanya jika, hukaman itu benar-benar terjadi pada si pelanggar.

Polisi - Keseimbangan Tilang dan Damai - Herwin.jpg

Penegakan yang lemah membuat celah bagi pelanggar dan aparat untuk bernegosiasi.

Pelanggar tentu saja ingin mengusahakan kerugian uang, waktu, dan tenaga yang lebih ringan. Misalnya dengan membayar sejumlah uang yang lebih kecil dan tidak perlu ada proses yang rumit dikemudian hari (SIM tidak ditahan).

Di sisi lain, aparat jika melakukan tilang tidak mendapatkan apa-apa, jika berdamai dengan si pelanggar mungkin bisa mendapatkan sedikit tanda terima kasih. Di sana lah terbuka jalan yang saling menguntungkan.

Jadi, yaa.. Tidak heran damai-damai ini masih terus terjadi, selain kita memang cinta damai, toh proses damai ini sama-sama menguntungkan.

Lalu, apa yang harus dilakukan?

Jika memang ada niat dari kita untuk menghentikan tindakan-tindakan “damai” ini (bisa ga ini disebut pungli atau korupsi?), menurut saya, harus dirumuskan aturan reward and punishment yang lebih cerdas dan seimbang untuk menutup, atau paling tidak, mengurangi nafsu berdamai.

Beberapa ide yang terpikirkan oleh saya,

Bagaimana kalau denda tilang tidak perlu terlalu besar, dengan harus mengikuti sidang saja sudah cukup merepotkan. Denda yang tidak besar otomatis mengurangi ruang dan nafsu untuk negosiasi harga.

Bagaimana jika aparat mendapat insentif setiap kali ada tilang yang masuk dari mereka. Mungkin bisa juga dibuat skema bonus seperti bonus penjualan bagi karyawan di toko-toko, sehingga aparat terpacu melakukan tilang resmi daripada berdamai. Namun, akan dicabut tunjuangannya jika ketahuan melakukan damai, dicabut pensiunnya, atau langsung diberhentikan.

Bagaimana jika tidak ada tilang di tempat, tilang elektronik, dengan dilengkapi bukti foto atau video pelanggaran yang dikirimkan ke pelanggar, tentu saja ini perlu didukung dengan infrastruktur yang baik, misalnya CCTV yang bisa menangkap nomor kendaraan.

Semoga ada perubahan menuju Indonesia yang lebih baik!

Blooming Orchid

I bought a plant once.

It was an orchid, my favorite flower. When I bought the plant from the shop, it hadn’t blossomed yet. The plant was vulnerable and I knew it. I was keen on having it blossom so I took deep care of it. Watered the plant every day in the morning as it said on the leaflet. Added vitamins to the soil. Put the plant enough time in the sun. But just enough, not too long, not too little. It took time before the orchid blossomed but I was patient.

I was excited when the first signs of an orchid started blooming. The orchid was beautiful, healthy, colorful. It lighted up my living room.

But then life happened. I had no more time for my orchid. I took my orchid’s beauty into granted, after all, it was always going to be there sitting in my living room. I forgot it in the sun all day. I sometimes left it in the shade for too long. I stopped watering it on time and randomly watered it when I remembered. I wasn’t careful enough to notice that the orchid was getting weaker ever day.

One day, I came back from work and noticed that the once beautiful pink petals have all fallen off. I panicked. It hit me that my orchid might not be there anymore. I watered it and watered it some more. I put it out in the sun and started giving it more time as I did in the beginning.

But alas, it was too late. The orchid was there lifeless and nothing I did would bring it back. My living room was left dull without all the colors the orchid once brought. I painfully threw the plant away.

Relationships are just like that. They are constant work-in-progress. You can’t care at the beginning and then take the person into granted when they start to bloom for you. You can’t forget about them and expect them to give you everything in return. You can’t realize one day that you are losing their love and start giving them the attention they deserve.

Love is fragile, love is beautiful, but love is easily lost.

by Rand Gerges, PhD

Characteristics of Highly Emotionally Intelligent People

Emotionally Intelligent

  1. Not Creepy but Not Meek – People with high EQ’s go for what they want socially without being creepy. This is because they commit to a social action and follow through. Usually what makes an act creepy is when we reach out to touch someone but get self conscious midway through.
  2. “I Understand Where You’re Coming From” – People with high emotional intelligence are constantly validating other people’s point of view. Many times when we get into a disagreement with someone, it’s important to validate their position. This generally makes people more willing to compromise.
  3. They Know how to Make People Feel Important – Whether it’s remembering small details about their family or getting excited when they walk into a room, people with high EQ’s know how to make the people around them feel important and appreciated.
  4. They Know How to Joke – Knowing what joke to say at what time is a huge indicator of emotional intelligence. They know what jokes are appropriate, what jokes will make what people laugh, and how far they can take a joke without hurting someone’s feelings.
  5. Embrace and Smile – The people with the highest EQ know how to embrace you, and how to smile. Both of these things will help you feel at ease around them.
  6. They Know What Fights are Worth Fighting – You’ve probably had an argument with someone and thought to yourself midway through the argument “Why did I even bring this up?” People with high EQ know when to when engage in an argument and when to walk away.
  7. Thank You – The people I know with the highest eq are constantly saying thank you no matter how small the favor. This shows an awareness to the fact that people are going out of their way to help you.
  8. Have No Problem Saying Sorry When They Are Wrong – The people I know with the lowest EQ have a hard time saying sorry.
  9. They are Able to Argue Constructively – Whenever I am arguing with someone with high EQ, they are able to distill what we are actually arguing about in a matter of seconds. This helps us stay on topic and get a clearer insight into what the other person wants.

Source: Quora